BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar Belakang
Salam merupakan
salah satu jenis akad jual beli, dimana pembeli membayar terlebih dahulu atas
suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas sedangkan barangnya baru
akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari.
Dengan demikian,
akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat
menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya,
pembeli dapat jaminan memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan
dengan harga yang disepakatinya diawal. Akad salam biasanya digunakan untuk
pemasaran barang pertanian.
Kendati demikian,
masih banyak diantara kita yang belum mengenal yang namanya akad salam, maka
dari itu dalam makalah ini akan di paparkan pembahasan yang akan membawa kita
untuk mengenal sedikit lebih dekat mengenai akad salam itu sendiri.
B
Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam
akuntansi salam?
2. Bagaimana standar akuntansi salam dalam
PSAK No.59 tentang akuntansi Bank Syariah?
3. Bagaimana perlakuan akuntansi salam?
C
Tujuan
1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan dalam
akuntansi salam
2. Untuk mengetahui standar akuntansi salam
dalam PSAK No.59 tentang akuntansi bank syariah
3. Untuk mengetahui perlakuan dalam
akuntansi salam serta contoh akad salam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dasar Akuntansi Salam
Salam berasal dari kata “As salaf” yang
artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya di
muka.
Terminologi: Para
fuqaha menamainya al mahawi’ij (barang barang
mendesak). Akad Salam adalah sejenis jual beli
yang mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada ditempat. Dilihat
dari sisi pembeli ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari
sementara si penjual sangat membutuhkan uang tersebut.(https://www.academia.edu/6756185/Bab_8_AKUNTANSI_SALAM)
Al-Salam atau salaf adalah jual beli
barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan di muka, atau dengan bahasa
lain jual beli dimana harga dibayarkan di muka sedangkan barang dengan kriteria
tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu.
1 Definisi fuqaha Syafi’iyah dan Hanbalih :
Al-Salam adalah akad atau suatu barang dengan kriteria tertentu sebagai
tanggungan tertunda dengan harga yang di bayarkan dalam majelis akad.
2 Definisi fuqaha Malikiyah : Al-Salam
adalah jual beli dengan modal pokok yang dibayarkan dimuka sedang barangnya
diakhirkan atau ditunda penyerahannya sampai batas waktu tertentu. (Ghufron
A.Mas’adi, 2002: 43)
3
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : Salam
adalah jasa pembiayaan yang
berkaitan dengan jual beli yang pembiayaanya di lakukan bersamaan dengan
pemesanan barang. (Mardani, 2012:113).
Dari beberapa definsi yang dikemukakan oleh ulama mazhab tersebut dapat diambil intisari bahwa salam
adalah salah satu bentuk jual beli dimana uang harga barang dibayarkan secara
tunai, sedangkan barang yang dibeli belum ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan
ukurannya sudah disebutkan pada waktu perjanjian dibuat.
Landasan Syari’ah
Landasan Syari’ah transaksi Ba’I as-Salam
terdapat dalam Al-qur-an dan Al-Hadis.
1
Al-Qur’an
Terjemahannya:
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang di
tentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS.Al-Baqarah : 282)
2
Al- Hadis
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasullullah SAW. Datang ke Madinah di
mana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan untuk jangka
waktu satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata:
مَنْ اَسْلَفَ فِى شَئْ فَفِيْ
كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
”Barangsiapa yang melakukan salaf
(salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang
jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”
Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasullulah saw, bersabda,:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah),dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk djual.”(HR.Ibnu Majah). (Muhammad Syafi’I Antonio, 2001:108)
B.
Ketentuan- Ketentuan dalam Akuntansi
Salam
Ketentuan syar’I transaksi salam diatur
dalam Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Fatwa
tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, barang, salam parallel, waktu
penyerahan, dan syarat pembatalan kontrak. Ketentuan-ketentuan tersebut akan
dibahas dalam aspek rukun dan syarat salam berikut.
1 Rukun Salam
a. Muslam (Pembeli atau pemesan)
b. Muslam Ilaih (Penjual atau penerima
pesanan)
c. Muslam fih ( Barang yang di pesan)
d. Ra’s al-mal ( Harga pesanan/ modal
yang dibayarkan)
e. Shighat ijab qabul (ucapan serah
terima)
2
Syarat Salam
a. Syarat Aqidain : Muslam (pembeli atau
pemesan) dan syarat Muslam Ilaih ( penjual atau penerima pesanan).
1) Harus cakap hukum (Berakal dan dapat membedakan)
2) Suka rela, tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/ dibawah
tekanan.(M.Yazid Afandi, M.Ag.,2009:162)
b. Syarat Ra’s al mal (dana yang dibayarkan atau
modal)
1) Jenis dan Jumlah
Modal harus diketahui.
2) Berbentuk tunai. Para ulama berbeda pendapat soal
pembayaran berbentuk aset perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh.
3) Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak
boleh utang atau sebagai pelinasan utang. Hal ini untuk mencegah praktek riba
melalui mekanisme salam.(https://www.academia.edu/6756185/Bab_8_AKUNTANSI_SALAM)
c. Syarat Muslam fih (barang yang dipesan)
1) Ditentukan dengan sifat-sifat tertentu, jenis, kualitas
dan jumlahnya.
2) Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi
kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut, tentang
klasifikasi kualitas serta mengenai jumlahnya.
3) Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.
4) Tempat penyerahan barang harus disepakati oleh
pihak-pihak yang berakad.
5) Para ulama melarang penggantian barang yang dipesan
(Muslam fih) dengan barang lainnya. Penggantian ini tidak diperkenankan,
karena meskipun beum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik Muslam
alaih (penjual), tetapi sudah milik pemesan. Bila barang tersebut digant
dengan barang yang memiliki sfesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun
sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya.
6) Satu jenis (tidak bercampur dengan jenis yang lain)
7) Barang yang sah diperjual belikan.
d. Syarat Ijab Qabul
1)
Harus jelas
disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
2)
Antara ijab dan
qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
3)
Tidak mengandung
hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang
akan datang.
4)
Akad harus pasti,
tidak boleh ada khiyar syarat. (M.Yazid Afandi, M.Ag.,2009:163-164)
3 Ketentuan umum
pembiayaan salam adalah sebagai berikut:
a. Pembelian hasil produksi harus di ketahui
spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
Misalnya, jual beli 100 Kg mangga harum manis kualitas A dengan harga Rp
5000,-/Kg, akan diserahkan pada panen
dua bulan mendatang.
b. Apabila hasil produksi yang diterima
cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah (produsen) harus bertanggung
jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau
mengganti barang yang sesuai pesanan.
c. Mengigat bank tidak menjadikan barang
yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka
dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga
(pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme
ini disebut parallel salam
4. Ringkasan Tahapan
Akad Salam dan Salam Parallel Menurut SOP Bank Syariah.
a. Adanya permintaan barang tertentu dengan
spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai
penjual.
b. Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga
dan waktu tangguh pengiriman barang yang disepakati.
c. Mencari produsen yang sanggup untuk
menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga
yang lebih rendah)
d. Pengikatan I antara bank sebagai penjual
dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan
diserahkan pada waktu yang telah ditentukan
e. Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan
sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya
disepakati untuk diangsur)
f. Pengikatan II antara bank sebagai pembeli
dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan
diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
g. Pembayaran dilakukan segera oleh bank
sebagai pembeli kepada nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan.
d. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh
nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang di tentukan. .(Mardani,
2012:123-124).
C.
Standar Akuntansi Salam dalam PSAK No.59
tentang Akuntansi Bank Syariah
Pengakuan dan Pengukuran Salam. PAR
69-80.
1. Salam adalah akad jual beli muslam
fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi
(penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang yang
dipesan tsb diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu .
Barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi. Tetapi penjual akan menyerahkannya
dikemudian hari setelah pembeli melakukan pembayaran di muka.
Keterangan:
(1) Pembeli dan penjual menyepakati akad
salam.
(2) Pembeli membayar kepada penjual.
(3) Penjual menyerahkan barang.
2. Salam parallel berarti melaksanakan dua transaksi bai’
as-salam antara bank dengan nasabah, dan antara bank dan pemasok (supplier)
atau pihak ketiga lainnya.( (Muhammad Syafi’I Antonio, 2001:110)
3. Bank dapat bertindak sebagai pembeli (muslam)
atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
dengan cara salam maka hal ini disebut salam pararel, yaitu dilakukan
dengan syarat:
a. Akad kedua antara bank dan pemasok
terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama
sah
(Gambar (ii) salam
parallel)
Syarat:
1) Salam Parallel terjadi karena penjual
tidak memiliki barang sehingga harus membeli dari suplier.
2)
Akad salam pertama ( 1a) terpisah atau tidak
tergantung dengan akad salam pertama (1).
Keterangan:
1) Pembeli dan penjual menyepakati akad
salam.
2) Pembeli membayar kepada penjual.
3) Penjual menyerahkan barang.
c.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati
oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bank bertindak sebagai
pembeli, bankb syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari
risiko yang merugikan bank.
d.
Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya
secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan
salah atau cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
Akuntansi Salam dan Salam Paralel
1. Piutang salam diakui pada saat modal
salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
2. Transaksi salam paralel diakui sebagai
kewajiban pada saat bank menerima modal salam berupa kas atau aktiva non-kas.
3. Modal salam dapat berupa:
a.
kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan,
b.
aktiva non-kas diukur sebesar nilai wajar.
4. Pengakuan dan pengukuran penerimaan
barang pesanan:
a. barang pesanan cocok, dinilai sesuai nilai akad;
b. jika barang pesanan berbeda kualitas:
1)
jika nilai pasar > = nilai (akad) barang
pesanan, dinilai sesuai akad;
2)
jika jika nilai pasar < nilai (akad) barang
pesanan, dinilai sebesar nilai pasar dan diakui kerugian.
c. Jika bank tak menerima sebagian/seluruh
barang pesanan:
1)
piutang salam tetap sesuai akad, jika tanggal
pengiriman diperpanjang;
d. jika bank tak menerima sebagian/seluruh
barang pesanan:
1)
piutang salam berubah menjadi piutang jatuh
tempo oleh nasabah sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi, jika akad salam
dibatalkan.
2)
jika ada jaminan atas barang pesanan:
a) hasil penjualan jaminan < nilai piutang salam, selisihnya
diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada nasabah, atau
b) hasil penjualan jaminan > nilai
piutang salam, selisihnya menjadi hak nasabah.
3)
bank dapat mengenakan denda kepada nasabah.
e.
Barang pesanan yang telah diterima:
1)
diakui sebagai persediaan;
2)
pada akhir periode, persediaan diukur sebesar
nilai terendah antara biaya perolehan dan nilai tunai yang dapat direalisasi,
dan;
3)
jika nilai tunai yang dapat direalisasi lebih
rendah maka selisihnya diakui sebagai kerugian pada laporan laba rugi.
f.
Apabila bank melakukan transaksi salam paralel:
1) selisih antara jumlah yang dibayar oleh
nasabah dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat pengiriman barang pesanan oleh bank ke nasabah.(https://www.pernyataan-standar-akuntansi-keuangan-psak-no-59:power point)
D.
Perlakuan Akuntansi Salam
1. Pengakuan &
Pengukuran
Seperti yang disebutkan dalam PSAK No. 103, bahwa Salam
adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan
pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan
segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan
syarat-syarat tertentu. Transaksi salam terjadi karena pembeli berniat memberikan
modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen) menyediakan
barangnya. Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang
kepada pembeli.
Dengan demikian transaksi Salam dilakukan karena pembeli berniat
memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen)
memproduksi barang yang diinginkannya melalui pesanan lebih dahulu. Barang yang
dipesan memiliki spesifikasi khusus dan pembeli membutuhkan kepastian dari pihak
penjual. Transaksi Salam berakhir pada saat penjual menyerahkan barang kepada
pembeli.
Karakteristik dan harga barang harus sudah disepakati di awal akad.
Jika ada ketidaksesuaian karakteristik barang yang dikirimkan ke pembeli maka
menjadi tanggung jawab penjual. Ketentuan harga barang tidak dapat berubah
selama jangka waktu akad. Alat pembayaran dapat berupa kas, barang atau
manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati dan tidak boleh
dalam bentuk pembebasan hutang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari
pihak lain. Jaminan dapat diminta untuk menghindari risiko yang merugikan.
Pada situasi dimana pihak penjual tidak dapat menyediakan sendiri
barang pesanan dari pembeli maka dilakukan Salam Paralel, yaitu entitas yang
bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan dengan transaksi Salam juga.
Ada kemungkinan kontrak salam dibatalkan oleh pembeli jika barang
yang dipesan tidak tersedia pada waktu yang ditentukan, barang yang dikirim
cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, dan barang yang
dikirim kualitasnya lebih rendah.
2.
Penyajian
Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh
melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai
bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi
lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
a. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai Piutang
salam.
- Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi Salam disajikan secara terpisah dari Piutang salam.
- Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai Hutang Salam.
3.
Pengungkapan
Dalam catatan atas laporan keuangan, pembeli dan penjual dalam
transaksi salam mengungkapkan hal-hal berikut :
a. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
- Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
- Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK N0. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah. (file:///C:/Users/user/Downloads/AKUNTANSI SALAM/Perlakuan Akuntansi Transaksi Salam Istutik’s Blog.html)
E.
Contoh Akad Salam
Kewajiban salam berakhir saat penyerahan barang salam oleh penjual
(LKS) kepada pembeli (nasabah). Jika penjual melakukan transaksi salam paralel
dalam pengadaan barang, maka selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli
akhir (nasabah) dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan pesanan oleh penjual kepada pembeli akhir.
Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS sebagai penjual:
Contoh Kasus 1
Tanggal 1 April 2015 Bank Berkah Syariah menerima pembayaran modal
salam sebesar Rp 100.000.000 dari BULOG atas pemesanan beras jenis beras putih
pandan wangi sebanyak 5 ton. Penyerahan barang akan dilakukan 2 bulan kemudian.
Jurnal transaksi:
1 April 2015
|
Dr
|
Kas
|
Rp 100.000.000
|
Cr
|
Hutang Salam
|
Rp 100.000.000
|
Tanggal 30 Mei 2015 barang salam telah selesai pengerjaannya atau
telah jadi dengan harga perolehan sebesar Rp 80.000.000.
Jurnal transaksi:
1 Juni 2015
|
Dr
|
Persediaan Barang Salam
|
Rp 80.000.000
|
Cr
|
Kas
|
Rp 80.000.000
|
Tanggal 1 Juni 2015 berdasarkan kesepakatan Bank Berkah Syariah
menyerahkan barang salam yang dipesan oleh tuan Ahmad.
Jurnal transaksi:
1 Juni 2015
|
Dr
|
Hutang Salam
|
Rp 100.000.000
|
Cr
|
Persediaan Barang Salam
|
Rp 80.000.000
|
|
Cr
|
Pendapatan Margin Salam
|
Rp 20.000.000
|
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Sebagai Pembeli
Pada umumnya atas pemesanan barang dengan akad salam oleh nasabah,
LKS akan melakukan salam paralel kepada pihak lain. Maka posisi LKS adalah
sebagai pembeli.
Pada saat LKS menyerahkan modal salam kepada penjual diakui sebagai
piutang salam sebesar jumlah yang dibayarkan.
Berikut ini contoh
akuntansi salam dimana LKS bertindak sebagai pembeli:
Contoh kasus 2
Tanggal 2 April 2015 Bank Berkah Syariah menyerahkan modal salam
sebesar Rp 80.000.000 kepada KUD Petani Mandiri untuk pemesanan beras jenis
“beras putih pandan wangi” sebanyak 5 ton. Penyerahan barang akan dilakukan
pada tanggal 28 Mei 2015.
Jurnal transaksi:
2 April 2015
|
Dr
|
Piutang Salam
|
Rp 80.000.000
|
Cr
|
Kas
|
Rp 80.000.000
|
Barang pesanan yang diterima diakui sebagai persediaan. Pada saat
penerimaan barang diakui dan diukur sebagai berikut:
a. Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka
dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati
Contoh :
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan
kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam dari KUD Petani Mandiri
senilai Rp 80.000.000.
Jurnal :
28 Mei 2015
|
Dr
|
Persediaan Barang Salam
|
Rp 80.000.000
|
Cr
|
Piutang Salam
|
Rp 80.000.000
|
b. Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
1) Barang pesanan yang diterima dinilai sesuai dengan nilai akad, jika
nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi
dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015
berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima barang salam dari KUD
Petani Mandiri senilai Rp 90.000.000.
Jurnal :
28 Mei 2015
|
Dr
|
Persediaan Barang Salam
|
Rp 90.000.000
|
Cr
|
Piutang Salam
|
Rp 80.000.000
|
2) Barang pesanan yang diterima dinilai diukur sesuai dengan nilai
wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai
wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai barang pesanan
yang tercantum dalam akad
Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan,
Bank Berkah Syariah menerima barang salam dari KUD Petani Mandiri senilai Rp
70.000.000.
Jurnal :
28 Mei 2015
|
Dr
|
Persediaan Barang Salam
|
Rp 70.000.000
|
Dr
|
Beban Kerugian Salam
|
Rp 10.000.000
|
|
Cr
|
Piutang Salam
|
Rp 80.000.000
|
(file:///C:/Users/user/Downloads/AKUNTANSI SALAM/Panduan Lengkap Akuntansi Salam
Berdasarkan PSAK 103- Akuntansi Keuangan.html)
F.
Manfaat dan Kelemahan Akad Salam
1. Manfaat Akad Salam
Orang yang mempunyai
perusahaan sering membutuhkan uang unuk keperluan perusahaan mereka, bahkan
sewaktu-waktu kegiatan perusahaan sampai terhambat Karena kekurangan bahan
pokok. Sedangkan pembeli selain akan mendapat barang yang sesuai dengan yang
diinginkannya, maka ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Untuk
kepentingan itu, Allah swt. Membolehkan akad salam.(Lukman Hakim,
2012:118)
2. Kelemahan Akad Salam
Akan dimanfaatkan oleh orang yang sangat
membutuhkan untuk menekan harga kepada penjual. Sebagaimana islam sangat
mengiginkan hambanya untuk mempermudah dan membantu pihak lain, melakukan
eksploitasi pihak lain atas nama syariat dan agama, untuk itu Nabi mencegah
jual beli yang dilakukan oleh orang yang sangat membutuhkan.(Abdul Sami’ Al-Mishri,
2006:107)
BAB III
KESIMPULAN
A
Kesimpulan
Salam berasal dari kata as syalaf yang artinya adalah pendahuluan .
jadi pengertian akad salam di sini adalah harta jual beli barang pesangon
dengan pengiriman barang dilakukan di kemudian hari dan pelunasanya di lakukan
oleh pembeli pada saat akad/perjanjian di sepakati sesuai dengan syarat dan
ketentuan yang telah disepakati
Pelaksanaan LKS di Indonesia dalam semua aspek perjalanan dan
operasinya adalah dengan berlandaskan kepada hukum dan peraturan Syariah. Hukum
dan peraturan ini kebanyakan adalah dari Kelompok hukum dan peraturan Ilmu
Fiqih yang berhubungan dengan muamalat ekonomi dan urusan Bank dan Keuangan.
Untuk bereaksi terhadap masalah-masalah tersebut yang dialami oleh
lembaga keungan islam Indonesia khususnya lembaga keuangan perbankan, maka
perbankan syariah menyiasati dengan memberlakukan pola bagi hasil yang merujuk
kepada pedoman akuntanasi perbankan syariah Indonesia (PAPSI), pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK) dan fatwa dewan syariah nasioanal (DSN)
Majelis Ulama Indonesia. Reaksi ini telah membawa perbankan syariah di
Indonesia lebih semangat dan lebih maju dengan ketepatan akuntabilitas.
B
Saran
Makalah ini memberikan penjelasan mengenai akad salam dan penerapan
akuntansinya sesuai dengan PSAK no 103.Ada beberapa penjelasan mengenai akad
salam,namun penyajian materi masih sangatlah jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penyusun menyarankan
untuk mencari referensi-referensi lainnya agar kita mampu mengetahui
teori-teori akad salam dan mengaplikasikannya sesuai dengan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
A.Mas’adi,Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada.
Afandi, Yazid. 2009. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam
Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta : Logung Pustaka
Al-Mishiri, Abdul Sami’. 2006. Pilar-Pilar
Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Antonio,Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani Press bekerja sama dengan Tazkia Cendekia.
file:///C:/Users/user/Downloads/AKUNTANSI SALAM/Panduan Lengkap Akuntansi Salam
Berdasarkan PSAK 103- Akuntansi Keuangan.html
Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip
Ekonomi Islam. Jakarta : Erlangga.
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group